You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Logo Desa Kenderan
Logo Desa Kenderan
Kenderan

Kec. Tegalallang, Kab. Gianyar, Provinsi Bali

Musyawarah Desa Perencanaan Pembangunan Desa RKP TA 2024 7 Juli 2023

Sejarah Desa

Administrator 14 Mei 2022 Dibaca 315 Kali
Sejarah Desa

Sejarah Desa Kenderan

Sebagaimana dimaklumi adanya suatu nama desa dapat diyakini mempunyai suatu latar belakang atau sejarah terhadap berdirinya suatu desa, sehingga nama tersebut dipakai. Namun untuk mengungkap sejarah Desa Kenderan secara pasti belum bisa dipastikan, karena belum adanya lontar yang bisa menjadikan patokan dalam menyusun sejarah Desa Kenderan.

Tetapi berdasarkan data Monografi Desa Kenderan dipercaya sebagai sejarah desa kelahiran Desa Kenderan dapat diuraikan sebagai berikut;

Pada  umumnya masyarakat dengan cepat mengidentifikasikan nama Desa Kenderan dengan keindraan (Istana Dewa Indra) dalam dunia pewayangan.  Pendapat masyarakat ini mendorong pimpinan desa mewujudkan asumsi mereka dalam lambang desa, dengan menempatkan gambar Dewa Indra sebagai atribut pokok. Kepercayaan masyarakat ini sudah berurat berakar, sehingga letak geografis desa, kesuburan dan keindahan desa diimajinasikan sama dengan Kraton Dewa Indra di Indraloka.

 

Terlepas dari kepercayaan masyarakat seperti ini, maka perlu ditemukan suatu gambaran tentang latar belekang sejarah Desa Kenderan yang lebih mendekati kebenaran. Keinginan ini tidak mudah tercapai, karena sumber-sumber yang mendukung belum ditemukan seacra lengkap. Ketidak lengkapan sumber tidak mematikan sama sekali usaha untuk menyusun dengan baik sebuah sejarah desa

 

Penyusunan sejarah desa bertujuan untuk memberikan cermin kepada masyarakat, terutama para pemimpin perangkat desa, agar mengambil manfaat dari masa lampau yang diwariskan oleh nenek moyangnya.  Sejarah membuat kita bijaksana,adalah sebuah selogan yang perlu dikaji dan dihayati.

 

Ada dua lokasi yang perlu mendapat perhatian untuk mengawali proses sejarah Desa Kenderan. Lokasi tersebut adalah Petirtaan Telagawaja dan desa Manuaba. Nama Manuaba sering dikaitkan dengan nama-nama desa sekitarnya yang juga memakai nama manuk (burung) sebagai nama desa.  

 

Misalnya desa manukaya ( Tegallalang ) yang artinya burung besar. Nama Manuaba diperkirakan terdiri atas kata manuk dan aba ; manukhaba menjadi manuhabha artinya burung indah dan berwibawa. Sejauh mana perkiraan ini mendekati kebenaran, sulit untuk mengetahuinya.

 

Yang perlu diketengahkan adalah praduga beberapa orang saerjana arkeologi tentang kekuknaan Manuaba  sebagai sebuah pemukiman. Di Desa manuaba ditemukan serpihan alat pencetak nekara perunggu. Rekontruksi imaginatif terhadap penemuan ini memberi petunjuk bahwa alat cetak ini ada hubungannya dengan nekara perunggu yang ada di Pura Penataran Sasih di Desa Pejeng. Besar dan tinggi alat cetak nekara ini mendekati besar dan tinggi nekara pejeng. Begutu pula hiasan giometris yang terdapat pada alat cetak ini. Beberapa sarjana arkeologi seperti Barnet Kempers, M. Sukarto, memperkirakan nekara Perunggu Pejeng dicetak di Bali alat cetak yang ditemukan di Desa Manuaba adalah salah satu alat cetak yang sejaman.

             

Nekara pejeng adalah terbesar di Asia Tenggara, umurnya diperkirakan sejaman dengan kebudayaan perunggu Dongson ( Vietnam ), yaitu dalam abad IV sebelum masehi, Apabila praduga ini dipakai sebagai pedoman ( walaupun sementara sifatnya ) maka belum disimpulkan bahwa pada  sekitar abad IV sebelum masehi, di Desa Manuaba sudah terdapat pemukiman penduduk, khususnya sebagai pande ( tukang besi ) yang mengerjakan cor perunggu berbentuk nekara. Apabila dalam penelitian nanti dapat ditemukan bukti-bukti tambahan misalnya bengkel ( pemandean ), lelehan perunggu atau masyarakat klan pande, maka praduga akan mendekati kenyataan sejarah yang bernilai tinngi.

             

Petirtaan Telagawaja memberikan petunjuk bahwa tempat tersebut merupakan sebuah pertapaan (Wihara). Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya ceruk-ceruk untuk bersemedi, ceruk untuk beristirahat, pancuran mandi dan pancuran air suci.  Pada bibir ceruk yang paling besar terdapat relief yang berbentuk huruf.  Bentuk huruf ini diperkirakan sejaman dengan huruf yang terdapat pada bibir Goa Garba Desa Pejeng atau huruf pada candi Padarman Gunung kawi.  Huruf ini bertipe Kadiri Kadiri Kwadrat dari abad X – XI Masehi.

                      

Bukti-bukti ini memberi petunjuk bahwa Telagawaja yang terletak di tepian barat Desa Kenderan, sejak abad XI telah merupakan kegiatan keagamaan yang dapat dipastikan berpengaruh pada masyarakat DesaKenderan pada jaman itu.  Dalam abad XVII pada pemerintahan Dalem Di Made yang beristana di Gelgel, telah datang ke Desa Manuaba seorang Pendeta bernama Pedanda Sakti Buruan.  Beliau dikenal dalam cerita rakyat sebagai seorang Pendeta yang mengutamakan kehidupan religius ( Kadyatmikaan) dan mengabdikan dan mengabdi pada kesejahteraan masyarakat.  Hal ini nampak jelas dengan peninggalan beliau di Desa Manuaba Berupa sebuah Pura dan sebuah bendungan.

                      

Sulit mengetahui dengan jelas apa dasar dan tujuan kedatangan Sang Pendeta ke Desa Manuaba.  Ada satu kemungkinan bahwa kekunaan Desa Manuaba dan kegiatan religius di Telagawaja, telah menarik Sang Pendeta untuk ikut bermukim di Desa Manuaba.  Salah satu kegiatan Beliau yang dapat diwarisi sampai sekarang adalah bidang pertanian seperti: bendungan dan sistem pengairan,sistem pemilihan bibit dan penanaman, system kepercayaan yang berhubungan dengan pertanian.

Dalam bidang peribadatan, Beilau membangun sebuah pura yang kemudian diberi nama Pura Geria Sakti. Nama ini mengingatkan pada kesaktian Sang Pendeta dan kemampuannya dalam banyak bidang keahlian.

                      

Semua kesaktian dan keahlian yang dimiliki oleh Sang Pendeta diabdikannya kepada masyarakat. Integrasi dengan masyarakat berlangsung dengan sangat mendalam, sehingga berbentuk suatu ikatan yang sangat mendasar. Beberapa bukti antara lain nampak dalam gejala sosial yang memperlihatkan bagaimana proses integrasi itu terjalin gengan baik dan wajar antara Sang Pendeta dan keluarganya sebagai pihak pemimpin dan masyarakat sebagai pendukungnya. Beliau dan Keturunannya telah memakai nama desa Manuaba sebagai atribut yang harus dipakai oleh keturunannya; dan terbentuklah klan Manuaba dalam lapiusan masyartakat Brahmana di Bali.

                        

Bukti yang kedua, adalah sebuah pura tempat sang pendeta setiap hari melakukan puja kepada Tuhan. Pura ini sekarang dianggap pura milik masyarakat dan terkenal dengan pura Geria Sakti Manuaba, Beberapa keistimewaan yang terdapat pada system kepercayaan danupakara di pura ini, menunjukkan kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap Sang Pendeta. Sebuah peninggalan Sang Pendeta berupa sebuah bendungan dengan system irigasi yang sampai sekarang masih dapat berfungsi dengan baik.

                        

Semua kebaikan dan kemakmuran yang telah diwujudkan oleh sang pendeta, telah menimbulkan iri hati beberapa kepala wilayah pada masa itu. Salah seorang diantaranya bernama Gusti Batu Lepang. Rasa iri dan khawatir menghadapi wibawa Sang Pendeta, telah mendorong Batu Lepang beserta para pengikutnya menyerbu dan merusak pemukiman sang pendeta di Manuaba. Dalam pertepuran Sang Pendeta lenyap, sedangkan istri, putra-putra dan cucunya berhasil meloloskan diri kearah timur.

                      

Kemarahan rakyat Manuaba tak dapat dibendung dengaqn lenyapnya Sang Pendeta.  Mereka bersatu membalas serbuan Batu Lepang. Gusti Batu Lepang dengan seluruh pengikutnya berhasil dimusnahkan. Peristiwa ini telah mengakibatkan menurunnya kesejahteraan masyarakat.

Setelah kepergian keluarga Pendeta Sakti Manuaba, muncul elit baru memimpin masyarakat manuaba yang telah kehilangan tempatnya bergantung. Elite baru ini berasal dari élan Kesatria Taman Bali (Bangli). Kapan Elite baru ini mulai bermukim di Desa Manuaba, sukar sekali menemukan batasan tahun yang tepat. Yang jelas adalah bahwa elite baru telah memindahkan pusat kegiatan pemerintahan desa, dari Manuaba ke Kenderan. Tidak ditemukan petunjuk mengapa pimpinan yang baru ini memindahkan pusat pemerintahan desa ke Kenderan.

             

Ketika pulau Bali pecah menjadi sembilan kerajaan kecil ( sekitar tahun 1651 M ), desa Kenderan termasuk Wilayah manca agung Tegallalang dan berada dalam kekuasaan kerajaan Bangli. Status desa Kenderan adalah Penggawa ( setingkat dibawah manca agung, tetapi diatas pembekel gede ). Ada kemungkinan bahwa pada masa inilah Ksatria Taman Bali mulai ditempatkan sebagai elite desa yang baru di desa Kenderan. Mereka bertugas mempertahankan tapal batas kerajaan dengan Kerajaan Gianyar. Tetapi ketika Gianyar berhasil merebut wilayah ini dari Kerajaan Bangli, maka dengan sendirinya desa Kenderan masuk Wilayah Kerajaan Gianyar.

             

Dalam paswara raja Gianyar, disebutkan bahwa Desa Kenderan tetap menjadi Wilayah kekuasaan Tegallalang, dengan status dan peranan yang tidak berubah. Kesetiaan desa Kenderan kepada raja Gianyar ditunjukannya ketika raja Gianyar I Dewa Made Oka merebut kembali kemerdekaan Gianyar dari tangan raja Klungkung (1886 M )

             

Perlawanan kerajaan Gianyar terhadap Kerajaan Klungkung, telah mengundang intervensi Belanda masuk wilayah Kerajaan Gianyar. Dalam tahun 1896 Gianyar menjadi landschap Hindia Nederlan. Kendaraan sebagai salah satu wilayah kerajaan Gianyar ikut masuk menjadi wilayah Hindia Belanda.

             

Tetapi pada masa revolusi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa pemuda Desa Kenderan, terutama dari golongan elite desa, menerjunkan diri sebagai PRI. Keterlibatan beberapa pemuda ini, memberikan corak tersendiri bagi Desa Kenderan di mata Kerajaan Gianyar yang pada waktu itu bersikap moderat terhadap intervensi NICA.

Bagikan Artikel Ini
Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image

APBDes 2025 Pelaksanaan

APBDes 2025 Pendapatan

APBDes 2025 Pembelanjaan